DNM.ID – Perbedaan penetapan hari raya idul adha antara Saudi Arabia dan Indonesia tidak hanya terjadi tahun ini. Beberapa tahun sebelumnya, perbedaan idul adha juga pernah terjadi. Kejadian ini memunculkan kembali wacana tentang dibuatnya kalender hijriyah global tunggal (KHGT).
Kalender Hijriyah global tunggal dianggap akan menyelesaikan persoalan perbedaan penetapan hari besar agama islam seperti awal ramadhan, idul fitri, dan idul adha.
KHGT merupakan versi paling mutakhir dari upaya umat islam sedunia untuk menyatukan penanggalannya. Kalender ini menggunakan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia.
Artinya, jatuhnya tanggal baru hijriyah adalah pada hari yang sama diseluruh negara.
Dalam Muktamar ke-47 tahun 2015 yang lalu, Muhammadiyah memandang perlu adanya upaya penyatuan kalender hijriyah yang berlaku secara Internasional.
Bahkan, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah telah menyiapkan KHGT untuk 100 tahun ke depan, yakni tahun 1444-1543 Hijriyah atau dalam kalender masehi berlaku mulai tahun 2022-2119.
Ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam konsep kalender hijriyah global tunggal. Dirangkum dari muhammadiyah.or.id, berikut adalah prinsip yang saling terkait dan melengkapi dalam KHGT.
- Prinsip keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia
Prinsip ini menjadi landasan utama. Dengan memastikan setiap hari memiliki satu tanggal di seluruh dunia, perbedaan dalam menetapkan momen-momen ibadah penting seperti Ramadan dan Syawal dapat dihindarkan.
- Penggunaan hisab
Metode hidab menjadi prinsip yang tak terhindarkan dalam merumuskan KHGT. Sebagai sebuah kalender global, KHGT haruslah dapat direncanakan jauh ke depan dan merekonstruksi tanggal-tanggal masa lalu.
Prinsip ini juga menegaskan bahwa keberadaan hisab dalam menetapkan kalender lebih pasti dibandingkan rukyat.
- Kesatuan matlak global
Diperlukan penentuan hari dan tanggal yang bersifat universal, tidak terikat pada kawasan tertentu. Ketika hilal telah terlihat secara definitif di suatu tempat, hal itu berlaku bagi seluruh penjuru bumi.
Pandangan ini diperlukan, mengingat sering terjadinya keterbatasan dalam melihat hilal pertama kali di suatu tempat.
- Transfer imkan rukyat menjadi prinsip yang penting dalam menjaga konsistensi KHGT di seluruh dunia.
Metode ini memungkinkan hasil rukyat atau imkan rukyat di suatu tempat dipindahkan ke tempat lain yang belum mengalami rukyat.
Dengan demikian, keputusan tentang masuknya awal bulan hijriah tidak dipengaruhi oleh lokasi geografis, melainkan tetap berdasarkan prinsip kesatuan global.
- Prinsip permulaan hari dalam KHGT mengacu pada kesepakatan internasional tentang waktu, yaitu dimulai dan berakhir pada saat tengah malam di garis bujur 180 derajat.
Berbeda dengan prinsip yang selama ini dipraktikkan umat Islam, prinsip ini dipilih karena kestabilan dan kepastiannya, serta kemampuannya untuk mengatasi kendala yang timbul dari perubahan lokasi dan waktu terbenam matahari.[*]